Senin, 27 April 2015

POTENSI COPEPODA SEBAGAI PENGGANTI ARTEMIA IMPOR DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI BUDIDAYA IKAN AIR LAUT INDONESIA

Perikanan budidaya dimasa mendatang mempunyai peluang sebagai penggerak ekonomi sekaligus menjadi salah satu produk ketahanan pangan Indonesia. Pemenuhan permintaan ikan dunia dari penangkapan suatu saat nanti akan menemui titik kejenuhan karena adanya overfishing. Potensi budidaya laut Indonesia terbuka lebar untuk memenuhi permintaan dunia akan ikan tersebut, apalagi didukung oleh visi Kementrian Kelautan dan Perikanan yang akan menjadikan Indonesia sebagai produsen perikanan dan kelautan terbesar didunia pada tahun 2015. Ketersediaan benih yang berkualitas seperti benur yang dihasilkan oleh CP Prima memegang peranan penting dalam keberhasilan usaha budidaya. Saat ini ketersediaan benih ikan laut yang berkualitas dalam jumlah yang memenuhi masih sulit tercapai karena berbagai permasalahan seperti kualitas induk, kualitas pakan, dan teknologi yang digunakan.
Penggunaan pakan alami Artemia impor dalam pembenihan berbagai jenis komoditas laut di dunia masih sangatlah dominan. Komoditas ekonomi penting perikanan laut seperti kerapu, bawal bintang, kakap, tuna, lobster, maupun udang yang meningkat membuat permintaan artemia impor selalu tinggi. Begitu juga dengan CP Prima sebagai perusahaan yang juga memproduksi benur dengan pakan Artemia impor.  Berdasarkan data KKP (2013), pemenuhan kebutuhan artemia bergantung pada impor hingga mencapai 97.259 (US$ 1743970) pada 2010 dan 80.010 kg (US$ 1.604.869) pada 2011. Disisi lain, fakta menunjukkan kandungan nutrisi rotifer dan artemia belum mencukupi kebutuhan nutrisi larva ikan laut, khususnya pada kandungan eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) (Molejon dan Alvarez-Lajonchere, 2003; Olivotto et al., 2010; Santhanam dan Perumal, 2012).
Perlu ada pengganti Artemia impor mengingat permintaan artemia impor dari seluruh penjuru dunia akan meningkat seiring dengan berkembangnya teknologi budidaya perikanan laut, sedangkan stok artemia di alam terbatas. Pengembangan artemia lokal yang merupakan upaya budidaya artemia impor dengan tambak garam di Indonesia masih belum bisa memenuhi kebutuhan karena terkendala aspek bioteknis. Perlu ada pemanfaatan sumberdaya pakan alami dari perairan Indonesia sebagai pakan alami pengganti Artemia impor yang secara jelas harganya tidaklah murah. Di negara lain seperti Jepang, Korea, India, dan Norwegia sudah mulai mengkaji pengembangan budidaya copepoda skala massal untuk menggantikan posisi Artemia impor sekaligus rotifer.
Beberapa kajian menyatakan bahwa copepoda dapat digunakan sebagai pengganti Artemia impor dalam pembenihan ikan laut. Copepoda memenuhi kualifikasi sebagai pakan alami yang baik dan memiliki keunggulan dibanding Artemia impor dalam kandungan nutrisinya. Kandungan EPA, DHA dan omega 3 copepoda memiliki angka lebih tinggi dibandingkan Artemia (Olivotto et al., 2010). Kandungan nutrisi tersebut penting dalam mendukung pertumbuhan larva ikan laut dan meningkatkan kualitas serta kuantitas benih termasuk menjaga daya tahan stres, sehingga bisa memenuhi permintaan benih untuk pembesaran. Kajian untuk kultur masal berbagai jenis copepoda seperti Acartia tonsa, Trigriopus sp., dan Oithona sp sudah banyak dilakukan. Penelitian Oithona sp. sebagai pakan alami dibandingkan dengan Artemia dan rotifer atau dengan copepoda jenis lain pada larva ikan laut juga sudah dilakukan. Beberapa diantaranya menunjukkan peningkatan pada masing -masing kandungan eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) kerapu bebek (Cromileptes altivelis) (Aliah et al., 2010), kelulushidupan kuda laut (Hippocampus kuda) (Redjeki, 2007) dan pertumbuhan dan kelulushidupan kakap (Lates calcalifer) (Santhanam dan Perumal, 2012). Kajian kelayakan ekonomi produksi copepoda untuk penggunaan komersial oleh Abate et al. (2014) menunjukkan bahwa produksi intensif copepoda telah terbukti layak secara ekonomis  dan kompetitif dengan pakan alami yang ada saat ini. Seiring kemajuan teknologi di bidang perikanan, suatu saat nanti akan ditemukan kemudahan penggunaan copepoda seperti halnya kemudahan dalam penggunaan kista  Artemia.

Daftar Pustaka :
Abate, T. G., R. Nielsen, M. Nielsen, G. Drillet, P.M. Jepsen, and B.W. Hansen. 2014. Economic Feasibility of Copepod Production for Commercial use: Result from a Prototype Production Facility. Aquaculture (2014), doi: 10.1016/j.aquaculture.2014.10.012.
Aliah, R.S., Kusmiyati dan D. Yaniharto. 2010. Pemanfaatan Copepoda Oithona sp. sebagai Pakan Hidup Larva Ikan Kerapu. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia.,12(1): 45 - 52.
Molejo´n, O.G.H and L. Alvarez-Lajonche`re. 2003. Culture Experiments with Oithona oculata Farran, 1913 (Copepoda: Cyclopoida), and It’s Advantages as Food for Marine Fish Larvae. Aquaculture., 219: 471 – 483.
Olivotto, I., N.E. Tokle, V. Nozzi, L.  Cossignani and O. Carnevali. 2010. Preserved Copepods as a New Technology for The Marine Ornamental Fish Aquaculture: a Feeding Study. Aquaculture., 308: 124 – 131.
Redjeki, S. 2007. Pemberian Copepoda Tunggal dan Kombinasi Sebagai Mikroalga Kuda Laut (Hippocampus). Universitas Diponegoro, Semarang., 12(1): 1 - 5.
Santhanam, P. And P. Perumal. 2012. Evaluation Of The Marine Copepod Oithona rigida Giesbrecht As Live Feed For Larviculture Of Asian Seabass Lates calcarifer Bloch With Special Reference to Nutritional Value. Indian J. Fish., 59(2) : 127 - 134.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar